Thursday, 24 August 2017

Filsafat Jawa: Bersih Desa

Bersih Desa di Desa Bibis
(Jawa : hal ritual sejenis tolak bala dan perayaan syukur)


            Ritual bersih desa adalah ritual yang diadakan di banyak desa di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Masyarakat Desa Bibis yang terletak di Kabupaten Magetan, Jawa Timur juga menyelenggarakan ritual ini setiap tahun.
            Ritual bersih desa diadakan setiap Selasa Wage pertama pada Bulan Suro (Jawa: bulan pertama dalam penanggalan Jawa, dalam Islam dikenal sebagai Bulan Muharam). Waktu tersebut dipilih karena masyarakat meyakini bahwa Mbah Danyang (Jawa: orang yang membuka desa pada mula-mula) lahir pada Selasa Wage Bulan Suro. Tidak ada yang mengetahui tanggal kelahiran Mbah Danyang secara pasti, mengingat masyarakat Jawa zaman dulu belum mengenal perhitungan kalender seperi zaman sekarang. Orang Jawa lebih menghargai hitungan weton (Jawa: sistem perhitungan waktu yang dibagi dalam hitungan hari, minggu, bulan, tahun, dan windu) daripada hitungan tanggal.  
            Mbah Danyang di Desa Bibis bernama Mbah Jempor. Nama ‘Jempor’ bukanlah nama asli. Tidak ada yang mengetahui nama asli pembuka Desa Bibis. Masyarakat biasa menyebutya sebagai Mbah Jempor karena ketika berjalan kakinya jempor (bahasa Jawa: pincang).
            Ritual bersih desa di Desa Bibis merupakan ritual penghormatan kepada Mbah Danyang Jempor. Mbah Danyang dianggap memiliki kekuatan yang menghubungkan masyarakat dengan Sang Pencipta (Masruri 2013: 240). Selain itu, Mbah danyang juga dipercaya sebagai penjaga desa (Masruri 2013: 241). Jika dalam desa warganya sering bertengkar atau terjadi bencana alam, masyarakat memercayai bahwa hal itu disebabkan oleh kemarahan Mbah Danyang. Dengan mengadakan ritual bersih desa, masyarakat berusaha untuk menjalin relasi yang lebih baik dengan leluhur, dalam hal ini Mbah Danyang.
            Ritual bersih desa diadakan di punden (Jawa: tempat yang paling keramat di desa) desa. Istilah punden diambil dari kata pepunden yang berarti orang yang dituakan (Sari 2006: 152). Punden diyakini merupakan tempat Mbah Danyangmeninggal secara moksa (bahasa Jawa: hilang, meninggal bersama jiwa dan raganya). Jadi, di punden tidak ada kuburan fisik Mbah Danyang.
            Sebelum upacara diadakan, masyarakat menyiapkan makanan yang akan dibawa ke punden. Makanan itu dibawa dalam wadah tampah(Jawa: alat untuk mengayak beras) atau baskom yang biasa untuk mencuci beras. Makanan yang disiapkan bisa berupa nasi beserta lauk pauknya atau jajanan. Syaratnya hanya jajanan itu tidak boleh jajanan yang dibeli dari toko, tapi hasil dari membuat sendiri.
Pada saat upacara tiba, seluruh warga masyarakat desa diundang untuk berkumpul di punden. Biasanya satu keluarga cukup diwakili minimal satu anggota keluarga. Kalau memang suatu keluarga tidak ada satupun yang bisa mewakili, makanan itu bisa dititipkan pada tetangganya.
            Upacara dibuka dengan kata sambutan dari Mbah Lurah (bahasa Jawa: Kepala Desa). Setelah itu, upacara dilanjutkan dengan pembacaan doa dari Mbah Modin (Jawa: perangkat desa yang mengurusi agama). Doa yang dipakai adalah doa-doa Islami, karena mayoritas warga adalah muslim. Doa tersebut berisi tentang permohonan ampun atas kesalahan warga desa dan ucapan syukur atas setahun yang telah berlalu. Kesalahan warga desa meliputi pelanggaran atas hal yang dianggap wingit (bahasa Jawa: sakral), permusuhan di antara sesama warga, dan perusakan alam.
            Setelah pembacaan doa selesai, makanan yang dibawa boleh disantap. Setiap orang harus menyantap makanan yang dibawa oleh orang lain. Menyantap makanannya sendiri tidak diperkenankan. Semakin banyak orang yang menyantap makanannya, semakin banyak pula rezeki yang akan diperoleh. Begitulah kepercayaan warga.
            Kemudian upacara dilanjutkan dengan pementasan reog. Reog dipentaskan dalam bersih desa karena konon Mbah Danyang sangat menyukai kesenian reog. Selain itu, reog juga berfungsi untuk memanggil roh baik (Roh Mbah Danyang) agar mengusir roh jahat (Hidayanto 2012: 2136). Pementasan reog dimulai dari punden dan dilanjutkan dengan keliling ke seluruh desa. Reog harus keliling desa agar setiap sudut desa diliputi oleh roh kebaikan.
            Dari uraian di atas, menjadi jelaslah bahwa bersih desa merupakan upacara untuk meraih keselamatan hidup (Kaplan dan Manner 1999: 38). Keselamatan itu diraih melalui membangun relasi yang lebih baik dengan Sang Pencipta melalui leluhur, sesama manusia, dan juga alam.

2 comments:

  1. Nyuwun agung e seh samudro pangaksami mas bro

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete