Thursday, 24 August 2017

Filsafat Jawa: Nyuwun Samudra Pangaksami

Nyuwun Samudra Pangaksami 
(bahasa Jawa : Minta pengertian atau maaf yang seluas samudera)


Ada bermacam-macam ungkapan permintaan maaf dalam budaya Jawa. Ungkapan-ungkapan itu di antaranya adalah ngapura, ngapunten (bahasa Jawa: minta maaf), dan yang paling sopan serta formal adalah nyuwun samudra pangaksami.
Ungkapan Nyuwun samudra pangaksami tidak digunakan untuk situasi informal. Selain itu, dalam tata bahasa Jawa, ungkapan ini adalah bentuk krama inggil (Jawa : bentuk bahasa yang paling halus). Biasanya ungkapan ini diucapkan sebagai kata penutup dalam suatu acara formal seperti slametan(Jawa : ritual mohon doa), pernikahan, dan pidato. Bisa dikatakan bahwa yang biasa mengucapkan ungkapan ini adalah seorang pemimpin, baik itu pemimpin acara maupun pemimpin masyarakat. Dalam pergaulan sehari-hari, kebanyakan orang Jawa sangat jarang menggunakan nyuwun samudra pangaksami sebagai ungkapan maaf.
Meskipun demikian, nyuwun samudra pangaksami bukan hanya milik pemimpin saja. Ungkapan ini juga dipakai dalam lebaran. Biasanya, pada setiap lebaran, ada tradisi ujung (Jawa: hal melakukan kunjungan). Dalam ujung, setiap orang, apapun agamanya, mengunjungi orang yang dituakan di daerah itu. Nyuwun samudra pangaksami diucapkan pada saat ujung tersebut. Meskipun bukan suasana formal, lawan bicaranya adalah orang yang dituakan, maka tetap menggunakan bahasa yang paling halus.
Meminta maaf tidak hanya menunjukkan bahwa saya salah dan kamu benar. Ungkapan maaf menunjukkan kerendahan hati. Segala tindakan dan perkataan yang hadir dari seseorang tak jarang menimbulkan rasa sakit hati pada orang lain, meskipun hal itu tidak disengaja. Rasa sakit hati yang dibiarkan akan menimbulkan dendam. Orang Jawa sangat pandai menyimpan dendam (Endraswara 2006:129). Dendam ini bagaikan sekam yang sewaktu-waktu mudah terbakar. Dengan kata maaf, orang berani mengakui kelemahan dirinya sebagai manusia. Meskipun tidak melakukan kesalahan, orang Jawa akan mengucapkan nyuwun samudra pangaksami di akhir. Oleh karena itu, maaf adalah komitmen untuk membangun relasi yang lebih baik.
Meminta maaf merupakan sifat samudra dalam hastabrata (Jawa: delapan sifat pemimpin). Hastabrata berakar dari konsep kosmologis. Delapan sifat hastabrata itu adalah surya, bawana, candra, kartika, tirta, maruta, dahana, dan samudra (bahasa Jawa Kuno : matahari, bumi atau tanah, bulan, bintang, air, angin, api, dan samudera).
Sifat samudra adalah luas dan dalam. Samudra bisa tenang, bisa juga bergejolak. Ombak samudrayang sangat mengerikan jika terlihat dari luar, sebenarnya airnya tenang di dalam. Dalam situasi bergejolak, watak samudramengajarkan untuk memiliki hati yang luas, terutama dalam memaafkan. Maka tidak salah jika dalam permintaan maaf, orang Jawa menggunakan terminologi nyuwun jembaring samudra pangaksami(Syuropati 2015 : 154). Perkataan minta maaf yang sebesar-besarnya atau seluas-luasnya dalam bahasa Jawa digantikan dengan istilah samudra. Bagi orang Jawa, tidak ada yang lebih luas daripada samudra.
Samudra juga mempunyai sifat menampung segala sesuatu. Air dari banyak sungai akhirnya mengalir ke samudra. Air itu membawa banyak hal, seperti lumpur, daun, pasir, dan lain-lain. Hal-hal baik dan buruk tercampur dalam air sungai itu. Sungai pun berbeda dengan satu sama lain. Ada sungai yang airnya jernih, namun ada pula yang airnya keruh hingga kotor. Samudra tetap mau menerima macam-macam jenis air dan macam-macam hal tersebut.
Samudra yang mau menampung banyak hal tersebut dimaknai sebagai sikap pluralisme. Dengan terminologi samudra, orang berharap untuk membangun relasi yang harmonis dalam masyarakat dengan siapapun.

3 comments:

  1. Arti pangaksami dan asal katanya saja.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aksami, dengan imbuhan pa+ng, mirip dengan pa+ng apura, atau pangapura, permintaan maaf

      Delete
  2. Pangkasami bahasa ngokone

    ReplyDelete